Pernah mendengar istilah Agile Manifesto? Apa anda tahu, ternyata istilah ini muncul dari rasa frustasi sekelompok developer pada Waterfall Model. Ada apa, ya?
Pengertian Agile Manifesto
Agile Manifesto adalah nilai-nilai dari pengembangan software (software development) yang digagas oleh sekelompor developer software. Agile Manifesto muncul dari rasa frustasi mereka pada metode tradisional (Waterfall Model). Hal ini karena Waterfall Model memiliki proses dan jeda yg panjang antara requirement dan product delivery sehingga riskan terjadinya pembatalan proyek. Pada tahun 2001, kemudian terciptalah sekelompok nilai baru yang disebut Agile Manifesto. Dari nilai-nilai Agile Manifesto ini jugalah, Agile Software Develompment dikembangkan.
Dicanangkan oleh Jon Kern, Kent Beck, Ward Cunningham, Arie van Bennekum, Alistair Cockburn, dan 12 orang lainnya, Agile Manifesto memiliki 4 nilai yang mendasarinya. Yakni Individuals and interactions over processes and tools, Working software over comprehensive documentation, Customer collaboration over contract negotiation, serta Responding to change over following a plan.
4 Nilai Agile Manifesto
1. Individuals and Interactions Over Processes and Tools
Berangkat dari permasalahan yang ada dalam Waterfall Model, nilai pertama yg ada dalam Agile Manifesto adalah penekanan bahwa individu dan interaksi di dalamnya adalah pengendali penuh “setir” sebuah proyek. Hasiklnya, tingkat interaksi dan kualitas komunikasi tim terhadap situasi dalam proyek meningkat. Di mana, hal ini tidak akan berlangsung jika “setir” utamanya masih dilimpahkan pada process tools yang baku. Nilai ini juga secara langsung membuat developer satu tidak “masa bodoh” dengan pekerjaan developer lainnya.
2. Working Software Over Comprehensive Documentation
Masih mengolah data secara fisik dan tidak terpadu? Bayangkan berapa banyak waktu dan sumber daya yang terbuang sia-sia karena masih menerapkan metode ini. Coba pilih dua pilihan ini: Menyerahkan setumpuk data tebal untuk reporting kepada klien, atau Memberikan Infografis sederhana yang sudah mencakup keseluruhan informasi proyek. Tentu yang kedua bukan?
Jika memilih opsi pertama, maka anda harus siap berhadapan dengan proses approval dan respon kejadian yang lama dan panjang. Pada Agile, spesifikasi produk, requirement, desain interface, dan data proyek lainnya dapat tersaji lebih ringkas dan terpadu.
3. Customer Collaboration Over Contract Negotiation
Pernah terjebak dalam situasi proyek yang sudah tidak terkendali dan jauh dari kontrak awal dengan klien? Hal ini sebut scoop creep, dan ini jugalah yang ingin dijauhkan oleh Agile. Dibandingkan dengan menjalankan proyek yang terpaku pada kontrak awal yang baku, Agile Manifesto menerapkan nilai fleksibilitas dan kolaborasi antara developer dan klien.
Dengan cara ini, kedua belah pihak akan berkolaborasi dan sama-sama diuntungkan. Di satu sisi klien akan meraih realisasi proyek yang sesuai dengan keinginannya, di sisi lain developer akan sangat terbantu lewat spesifikasi produk yang lebih detail dan jelas. Sehingga, segala bentuk berubahan tak terduga selama proyek berlangsung dapat didiskusikan bersama.
4. Responding to Change Over Following a Plan
Seperti yang sudah disebut sebelumnya. Waterfall Model cenderung kaku dan bersifat tetap pada detai proses yang sudah dibuat. Sehingga, metode ini dapat disebut kurang fleksibel pada perubahan.
Sedangkan, Agile menawarkan nilai fleksibilitas pada developer untuk melakukan perubahan dalam proyek. Meski begitu, bukan berarti metode ini mengesampingkan nilai perencanaan awal pada proyek. Hanya saja, Agile Manifesto lebih menghargai kecepatan dalam merespon perubahan. Secara teknis, Agile menggunakan iterasi yang responsif dan pendek terhadap perubahan dengan tujuan untuk memungkinkan adanya menambah fitur baru pada iterasi di kemudian hari.
Itu dia pengertian dari Agile Manifesto yang penting untuk anda ketahui. Temukan berbagai artikel informatif lainnya tentang manajemen proyek bersama Tomps, your project management solution!